TIMES BANJARBARU, BANDUNG – Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo telah mengalami dinamika persoalan yang hingga saat ini belum terselesaikan. Dari mulai kepemilikan tanah yang luas hingga pengelolaan satwa yang berada di dalamnya dan juga keabsahan Yayasan yang memiliki otoritas untuk “mengurus” Bandung Zoo dengan benar.
Menyikapi dinamika seputar kepengurusan lembaga yang mengelola Kebun Binatang Bandung (Bandung Zoo), Yayasan Margasatwa Tamansari selaku badan hukum resmi yang menaungi lembaga tersebut menyampaikan klarifikasi publik mengenai keabsahan struktur pengurus, pembina, dan pengawas yayasan.
Pernyataan ini merujuk pada rangkaian akta perubahan yang telah tercatat dan disahkan secara sah di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Yayasan Margasatwa Tamansari didirikan pada 22 Februari 1957 oleh Raden Ema Bratakoesoema dan Adolf Franz Kohler melalui Akta Pendirian No. 48 di hadapan Notaris Lien Tanudirdja, S.H., di Kota Bandung.
Sejak pendiriannya, yayasan telah mengalami berbagai pembaruan struktur organisasi serta perubahan anggaran dasar, yang seluruhnya dituangkan dalam akta-akta hukum dan dicatat sesuai prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan Pasal 35 Ayat 1 Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, disebutkan bahwa pengurus yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan untuk mencapai tujuan pendiriannya dan berwenang mewakili yayasan di dalam maupun di luar pengadilan.
"Maka dari itu, struktur pengurus yang sah dan tercatat menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan kelembagaan serta kredibilitas pengelolaan lembaga publik seperti kebun Binatang,” ujar Martin dari Pasopati Lawyer, penasihat hukum yang mewakili Bandung Zoo, dalam jumpa pers di salah satu cafe Bandung Utara.
Menurutnya, perubahan terakhir dalam kepengurusan Yayasan Margasatwa Tamansari dituangkan dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor 41 tanggal 22 Oktober 2024 mengenai Perubahan Susunan Pembina, Pengurus, dan Pengawas yayasan.
"Akta ini disahkan oleh Notaris Rian Pratama, S.H., M.Kn. dan telah resmi dicatat dalam Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, dengan nomor pencatatan AHU-AH.01.06-0049790 tertanggal 23 Oktober 2024,”ungkapnya.
Ia menuturkan bahwa sejak 1957 hingga 2024, telah tercatat lebih dari 20 akta perubahan terkait susunan organ yayasan dan anggaran dasar, yang menunjukkan dinamika dan penyesuaian kelembagaan secara akuntabel dan profesional.
Pencatatan dan perubahan ini mencerminkan komitmen yayasan dalam menjaga tata kelola organisasi secara terbuka dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Martin menginformasikan bahwa hingga saat ini Yayasan Margasatwa Tamansari merujuk pada struktur kepengurusan yang berlaku di mana hal tersebut adalah hasil dari keputusan rapat yang tertuang dalam akta terakhir dan tidak terdapat perubahan lain di luar yang telah tercatat secara resmi di kementerian terkait.
Dengan penegasan ini, Yayasan Margasatwa Tamansari mengajak seluruh pihak, baik masyarakat maupun mitra kerja, untuk terus mendukung upaya Bandung Zoo sebagai lembaga konservasi, edukasi, dan rekreasi yang terpercaya dan bertanggung jawab, di bawah kepengurusan yang sah secara hukum terang penasihat hukum Bandung Zoo tersebut.
Gantira Bratakusuma, cucu pendiri Yayasan Margasatwa Tamansari, menyebutkan bahwa sejak awal berdiri, Kebun Binatang ini disetting sebagai tempat berwisata.
"Dan seiring perkembangan jaman, Kebun Binatang juga menjadi tempat penelitian, edukasi dan rekreasi. Kebun Binatang ini juga menjadi bagian Sejarah dari Kota Bandung dan termasuk salah satu Kebun Binatang tertua,” ujarnya menambahkan, Jumat (27/6/2025).
Ia mengaku, pihaknya sekeluarga yang berada di Yayasan Margasatwa, dengan dukungan para ahli, karyawan yang loyal dan rasa hormat kepada pendiri Yayasan ini, yakin bahwa keberadaan Kebun Binatang tidak hanya sebagai tempat wisata saja.
"Tetapi juga bagian pengajaran cinta lingkungan, pelestarian hingga ke kebudayaan Sunda. Saya memohon kepada Bapak Walikota Bandung, Muhammad Farhan dan Gubernur Jabar, Kang Dedi Mulyadi untuk turut serta membantu kami menyelesaikan polemic yang merugikan banyak pihak terutama masyarakat Sunda,” ungkapnya.
Sementara Ruli dari Pakusarakan menyatakan bahwa hari ini terlihat seperti ada sebuah grand design dari sekelompok orang tertentu yang ingin mengambil alih keberadaan Kebun Binatang Bandung.
"Bagi saya dan menurut saya,Kebun Binatang itu hanyalah sebuah kelompok tanah kecil, tetapi perebutan yang dilakukan di sana ini adalah sebuah 'harga diri' yang ingin direnggut oleh sekelompok orang, karena Kebun Binatang ini satu-satunya kekayaan milik orang Sunda yang masih ada dan bertahan,” tegasnya.
“ Ini yang menjadi aib, bayangkan sejak tahun 1933 sebelum Merdeka sudah ada yang mengelola, bahkan pemerintah pun baru peduli pada tahun 1957, setelah beberapa belas tahun merdeka," ujar Ruli.
"Kalau tadi disampaikan ada kerja sama bisnis, silahkan karena bagaimanapun dalam pengelolaan ada aspek komersial dibolehkan, tapi jangan coba coba mengambil budaya, khususnya Kebun Binatang untuk kepentingan kelompok-kelompok tertentu,” pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Yayasan Margasatwa Tamansari Beri Jawaban Legal Terkait Polemik Pembinaan di Bandung Zoo
Pewarta | : Djarot Mediandoko |
Editor | : Ronny Wicaksono |